Mengatasi Gejala Trauma Pada Anak | Majalah Bunda

Mengatasi Gejala Trauma Pada Anak


Banyak pendapat mengatakan, masa kanak-kanak adalah masa yang menyenangkan. Konon, karena di masa tersebut, anak belum merasakan beban berat dalam kehidupannya. Nyatanya, seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami trauma. Mereka bahkan lebih rentan karena secara psikologis anak-anak belum sesiap orang dewasa dalam menghadapi peristiwa traumatis.

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan trauma pada anak. Beberapa di antaranya, seperti kematian orang terdekat, kecelakaan, di-bully oleh teman-teman sebayanya di sekolah atau lingkungan rumah, pertengkaran orang tua, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, bencana alam, dan lain-lain.

Anak yang mengalami trauma harus diberi perhatian lebih agar trauma yang ia rasakan tidak mengganggu perkembangannya. Sebab dikhawatirkan, jika tidak ditangani, trauma tersebut bisa terbawa sampai ia dewasa.

Menurut dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, trauma pada anak akibat suatu kejadian tertentu sering kali melekat dalam jangka waktu yang lama. Biasanya, kondisi ini menimbulkan kecemasan, bahkan hingga ia dewasa.

Dalam dunia kedokteran, gangguan cemas akibat trauma disebut dengan post-traumatic stress disorder (PTSD). Ini adalah gangguan akibat melihat ataupun mengalami suatu kejadian berbahaya atau berat, sehingga memengaruhi kondisi psikologis anak.


Berbagai gejala trauma pada anak

Anak yang mengalami pengalaman traumatis memerlukan rasa aman dan dicintai. Setiap orang tua pada dasarnya ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Namun, ketika orang tua tidak mengerti dampak trauma pada anak, mereka bisa jadi salah menafsirkan perilaku anak. Akibatnya, orang tua bisa frustrasi, bahkan kesal. Upaya orang tua untuk mengatasi perilaku anak yang dianggap mengganggu, menjadi tidak efektif. Bahkan dalam beberapa kasus justru memperburuk kondisi anak.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mengenali apa saja gejala trauma pada anak sehingga dapat segera dilakukan penanganan. Dari studi kasus Taniza et al., 2005, berikut ini adalah berbagai gejalanya:
  • Gejala fisik. Gejala yang sering timbul pasca trauma antara lain: suhu badan meningkat, tenggorokan kering (bisa karena malas makan, sulit menelan, terasa pahit), anak kelelahan, mual, badan terasa lemah, dada terasa sakit (sering batuk atau sering mengeluh dadanya sakit), dan detak jantung lebih cepat.
  • Gejala kognitif. Misalnya trauma karena mengalami bencana, gejala trauma pada anak yang sering muncul adalah suka keliru, mimpi buruk, sering curiga, suka menyalahkan orang lain, pelupa, pikiran tumpul, dan sulit konsentrasi.
  • Gejala afektif (emosi). Anak dapat lebih atau terus-terusan merasa takut, kadang pada sesuatu yang tak logis. Selain itu, anak juga sering menunjukkan rasa bersalah sehingga lebih memilih untuk menyendiri, sering sedih dan menangis tanpa sebab, fobia, suka panik, suka membantah, bimbang, murung, atau menjadi pemarah.
  • Gejala pada perilaku. Anak jadi suka menolak, antisosial, malas, menjadi pendiam atau pemarah, kehilangan nafsu makan, terlalu peka dengan lingkungan, pola perilaku yang berubah dari kebiasaannya, dan masih banyak lagi.
Jika Anda menemukan gejala-gejala yang disebutkan di atas, kemungkinan besar anak mengalami trauma. Gejala-gejala tersebut juga bergantung pada fase trauma, apakah itu sudah parah, akut atau kronis, dan kondisi kematangan anak atau usianya.

Untuk mengatasi trauma pada anak berikut 6 Langkah yang diberikan oleh ahli psikolog dari Pusat Konsultasi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.

6 Cara Mengatasi Trauma :

  1. Cara mengatasi trauma yang pertama adalah " Berikan Rasa Aman dan Nyaman"
    Ketika si batita mengalami peristiwa yang tidak mengenakan, menyakitkan atau menakutkan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikannya rasa aman dan nyaman. Banyak cara yang dilakukan di antaranya dengan memberikan pelukan, atau pusapan yang penuh kasih sayang.
  2. Cara mengatasi trauma yang ke-2 adalah "Biarkan Batita Menangis"
    Ketika batita kaget dan kesakitan, reaksi yang pertama kali dilakukannya umumnya menangis. Biarkan ia menangis, karena dengan menangislah sibatita dapat menyalurkan emosinya. Penyaluran emosi penting untuk menenangkan gejolak hatinya.
  3. Cara mengatasi trauma yang ke-3 adalah "Akui rasa sakit, takut, cemas yang dirasakan".
    Jangan abaikan rasa sakit, atau cemas, yang muncul ketika batita mengalami peristiwa yang tidak mengenakan tersebut. Akui bahwa terjatuh dari tangga memang menyakitkan. Pengakuan ini juga bermanfaat untuk memberikan pembelajaran emosi yang sedang dirasakan bahwa peristiwa yang sedang dialami saat ini adalah rasa sakit dan takut, "Adik kesakitan ya waktu jatuh dari tangga?"
  4. Cara mengatasi trauma yang ke-4 adalah "Berikan Pertolongan Pertama"
    Segera berikan pertolongan pertama untuk mengurangi rasa sakitnya. Cermati, apakah ada yang membahayakan keselamatan si batita. Bila perlu segera bawa ke tenaga medis untuk mendapatkan penanganan yang semestinya.
  5. Cara mengatasi trauma yang ke-5 adalah "Gali Perasaanya"
    Ketika sudah tenang, mintalah si batita bercerita. Gali perasaanya agar anak memahami bahwa peristiwa yang dialami itu sebenarnya akibat dari keteledorannya sendiri. Jelaskan dampak yang mungkin ditimbulkan dan ingatkan untuk berhati-hati. Jalin komunikasi dua arah. Namun, jangan paksa si batita bercerita bila ia masih menutup mulut. Cobalah dilain kesempatan dengan cara yang berbeda. Misal, melalui dongeng atau buku cerita yang mengangkat tema yang sama. Mulailah dengan membacakan cerita kemudian minta ia komentar. Bila si batita sudah mempu menceritakan kembali pengalamannya, dapat menjadikan indikasi bahwa ia tidak mengalami trauma. Sebaliknya jika si batita masih ketakutan pertanda masih tersisa trauma dalam dirinya.
  6. Cara mengatasi trauma yang ke-6 adalah "Sampaikan Penjelasan yang jadi Penyebabnya"
    Berikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana yang menjadi penyebab peristiwa itu terjadi. Melalui penjelasan itu, si batita dapat mengetahui dan mempelajari peristiwa itu lalu berupaya agar tidak mengulangi kembali. Namun, ingat jangan sampai menyalahkan atau memojokan. Sesungguhnya pemberian penjelasan ini bertujuan menyembuhkan kesadaran bahwa cara yang tadi ditempuh salah. Misalnya" Adek tadi ketika naik tangga pegangan?" "Engakk" "Kalo engak pegangan, badan adek jadi tidak seimbang dan jatuh" Coba nih liat ya, Bunda naik tangga sambil tangan yang kiri berpegangan di tangga. Bunda engak jatuh karena pegangan dipinggir tangga, kalo badannya enggak seimbang, masih bisa ditahan sama tangan".
Jika Anda sudah berusaha sebaik mungkin membantu anak dalam menghadapi trauma tapi tak juga berhasil, ajaklah anak menemui psikolog  atau dokter ahli psikiatri. Psikolog selanjutnya akan menuntuk anak untuk menjalani terapi untuk kondisi psikisnya.

Kesehatan anak tak hanya bergantung pada fisik, tapi juga mentalnya. Kesehatan mental juga perlu perhatian khusus karena akan memengaruhi bagaimana anak di masa mendatang. Untuk membantu mengatasi trauma pada anak, ajak ia melakukan berbagai hal positif untuk menumbuhkan rasa berharga pada dirinya. Anda juga bisa mengajaknya berolahraga. Olahraga tak hanya dapat menyehatkan tubuh, tapi juga mental. Ini akan membantu anak jadi lebih sehat dan kuat dalam menerima suatu keadaan di sekitarnya.

Post a Comment

0 Comments